Sunday, December 09, 2007

JELAJAH SUNGAI PURBA 2007

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM present :

JELAJAH SUNGAI PURBA 2007
At Pacitan “The City of Prehistory”

Tanggal 14-16 Desember 2007

Lokasi Tujuan :
- Kali Baksoka
- Song Terus
- Song Gupuh
- Opensite Rijangan

Fasilitas :
- Transportasi
- Makan dan minum
- Kaos
- Stiker
- Sertifikat
- Booklet

Biaya :
Mahasiswa / Pelajar Rp. 70.000,-
Umum Rp. 100.000,-

Ticket Box :
Loker Arkeologi
FIB, UGM Jl. Nusantara No. 1 Bulaksumur
Hari Senin – Jumat, jam 09.00 – 17.00 WIB
(Batas Akhir 7 Desember 2007)
Atau transfer melalui rekening Bank Mandiri
Atas nama Ayu Dipta Kirana (137-00-0501202-2)

cp :
Madha 0813 1135 0970
Inu 0856 4331 1441

Petunjuk pengembalian formulir pendaftaran :
- Formulir pendaftaran dicetak sendiri oleh peserta
- Formulir pendaftaran yang telah diisi diserahkan pada panitia beserta dengan uang
pendaftaran/bukti transfer, paling lambat tanggal 07 Desember 2007 (bagi yang berdomisili
di Yogyakarta)
- Bagi yang berdomisili di luar Provinsi Yogyakarta, formulir dapat dikembalikan pada tanggal
14 Desember 2007 beserta dengan bukti transfer

format formulir pendaftaran:

FORMULIR PENDAFTARAN JELAJAH SUNGAI PURBA (ketik tengah)

1. Nama Lengkap :
2. Nama Panggilan :
3. Sekolah/instansi :
4. Agama :
5. Golongan darah :
6. Hobi :
7. Alamat :
8. Ukuran kaos :
9. Nama Orang tua :
10. Alamat orang tua :
11. Penyakit/alergi yang di derita :


(pas foto 4 x 6) (buat kotak bag. kiri kertas)

......................, ..... Desember 2007

Pendaftar




______________
(tanggal dan TTD di bag. kanan kertas samping foto)


Sekretariat : Fakultas Ilmu Budaya UGM, Jl. Nusantara No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 513096

Sunday, December 02, 2007

Kapita Selekta Arkeologi : Pertanggalan Tahun Çaka

Data yang ditemukan dalam penelitian dengan cepat dapat dimasukkan dalam kerangka sejarah apabila data tersebut berpenanggalan. Penanggalan yang ada pada data masa Hindu-Budha di Indonesia pada umumnya berpenanggalan tahun Çaka, memang ada beberapa data terutama yang dikeluarkan raja Daksa berpenanggalan tahun Sanjaya.
Berpenanggalan tahun Çaka dimulai pada tahun 78 Masehi, tepatnya tanggal 1 bulan Cetra 0 (Nol) Çaka. Jatuh pada hari selasa Pahing, 10 Maret 78 M, dan diakhiri pada tahun 1555 Ç, tepatnya hari Jum’at Legi, 8 Juli 1633 M. Pada waktu itu raja Mataram, Sultan Agung merubah penanggalan tahun Çaka dengan penaggalan tahun Hijrah. Penaggalan tersebut menjadi tahun Jawa – Islam dan dikenal masyarakat sekarang sebagai tahun Jawa.
Tahun Masehi merupakan tahun umum bersifat universal, semua orang memahaminya. Penanggalan Çaka saat ini sudah tidak digunakan lagi, sedangkan penanggalan tahun Jawa yang masih menggunakan hanya masyarakat lokal. Untuk dapat memahami tahun Çaka atau tahun Jawa maka pertanggalan tersebut kemudian dikonversikan ke dalam pertanggalan tahun Masehi.
Dasar yang digunakan untuk mencari konversi adalah jumlah hari, setelah tahun data ditambah dengan 78. Yaitu jumlah hari dalam tanggal satu bulan konversiyang disebut oleh data. Jadi jika data menyebut bulan Cetra misalnya, maka konversinya adalah bulan Maret – April. Setelah diketahu hari pada tanggal 1 Maret, maka hari itu dikonversikan dengan hari yang disebut oleh data, maka akan ditemukan tanggal konversi tahun masehi.

I. UNSUR-UNSUR KALENDER TAHUN ÇAKA
1. Tahun
Tarikh Çaka dimulai pada tahun 78 M. Ada berbagai pendapat mengenai kemunculan tarikh ini. Dipodjojo berpendapat tarikh Çaka dimulai saat kelahiran raja Çaka yang bernama Çaliwana yaitu 14 Maret 78 M. Sedangkan Damais berpendapat bahwa awal tarikh Çaka bertepatan pada tanggal 3 Maret 78 M, 20/21 Februari 79 M, atau 14 Maret 78 M. Menurut Darmosoetopo awal tarikh Çaka bertepatan dengan hari Salasa Pahing wurukung tanggal 10 Maret 78 M. (Riboet Darmosoetopo)
2. Nama Bulan
Karttika adalah nama bulan tarikh Çaka yang kedelapan bertepatan dengan bulan masehi antara Oktober-Nopember. Adapun nama-nama bulan tarikh Çaka ialah :
1. Caitra : Maret – April
2. Waiçakna : April – Mei
3. Jyestha : Mei – Juni
4. Asadna : Juni – Juli
5. Çrawana : Juli – Agustus
6. Bhadrawada : Agustus – September
7. Asuji : September – Oktober
8. Karttika : Oktober – November
9. Marggasira : Nopember – Desember
10. Fosya : Desember – Januari
11. Magha : Januari – Februari
12. Phalguna : Februari – Maret

3. Tanggal
Tarikh Çaka menyebut tanggal dengan istilah (bukan angka) dan hanya sampai yang ke lima belas, lalu kembali lagi ke tanggal satu. Istilah tanggal-tanggal itu adalah :
Pratipada : 1
Dwitiya : 2
Trtiya : 3
Caturthi : 4
Pancami : 5
Sasti : 6
Saptami : 7
Astami : 8
Nawami : 9
Daçami : 10
Ekadaçi : 11
Dwadaçi : 12
Trayodaçi : 13
Caturdaçi : 14
Pancadaçi : 15

4. Keadaan Bulan
Satu bulan Çaka mengalami dua kondisi bulan (rembulan) yaitu suklapaksa dan krsnapaksa. Suklapaksa adalah keadaan dimana bulan atau bagian bulan tampak terang (mulai bulan tampak sampai dengan bulan purnama), dan krsnapaksa adalah bagian bulan gelap (setelah bulan purnama sampai dengan bulan tidak tampak). Contohnya: Trtiya suklapaksa artinya tanggal 3 di bagian bulan terang atau paro terang.

5. Sadwara
Sadawara adalah nama-nama hari yang bersiklus enam dalam tarikh Çaka. Penyebutannya pada umumnya disingkat. Nama-nama hari yang bersiklus enam beserta singkatannya ialah :
1. Tunglai (Tu, Tung)
2. Haryang (Ha)
3. Wurukung (Wu)
4. Paniruan (Pa)
5. Wās (Wā)
6. Mawulu (Ma)

6. Pancawara
Pancawara adalah nama-nama hari bersiklus lima dalam tarikh Çaka. Penyebutannya pada umumnya juga disingkat. Nama-nama hari yang bersiklus lima beserta singkatannya ialah :
1. Pahing (Pa)
2. Pon (Po)
3. Wagai (Wa)
4. Kaliwuan (Ka)
5. Umanis (U, Ma)

7. Saptamara
Saptamara adalah nama-nama hari bersiklus tujuh dalam tarikh Çaka. Penyebutannya pada umumnya disingkat. Nama-nama hari yang bersiklus tujuh beserta singkatannya ialah :
1. Aditya (A, Ra) = Ahad
2. Soma (So) = Senin
3. Anggara (Ang) = Selasa
4. Budha (Bu) = Rabu
5. Wrhaspati (Wr) = Kamis
6. Çukra (Çu) = Jumat
7. Çanaiscara (Ça) = Sabtu


II. PENYEPADANAN KALENDER TAHUN ÇAKA DENGAN KALENDER TAHUN MASEHI

Proses penyepadanan (konversi) kalender tahun Çaka dengan kalender tahun Masehi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dengan cara hitungan dan dengan cara tabel.
A. Cara Hitungan
Masalah inti dari cara hitungan ialah mencari jumlah hari dengan sarana:
1. Penyepadanan tahun Çaka dengan tahun Masehi (+78).
2. Mencari kabisat tahun Masehi.
3. Penentuan tanggal 1 bulan yang dipergunakan sebagai hitungan.
4. Sisa hari dari 0 Januari sampai dengan 0 bulan yang dipergunakan sebagai hitungan.
5. Permulaan tahun selalu kabisat (+1).
6. Tanggal 1 bulan yang dipergunakan sebagai hitungan (+1)
Rumus mencari jumlah hari :
Jumlah hari = (T x 365) + kabisat + sisa hari + 1 + 1.

Contoh :
Prasasti Mamali :
... cakawarsatita 800 marggacira masa daçami krsnapaksa wurukung kaliwuan aditya wara tatkala ...
Hitungan :
· Th. 800 + 78 = 878 M
· Kabisat 878 : 4 = 219
· Bulan Marggacira terletak antara bulan November – Desember
· Sisa hari dari 0 Januari sampai dengan 0 November = 304
· Permulaan tahun adalah kabisat = +1
· Tanggal 1 November = +1
Rumus jumlah hari :
(T x 365) + kabisat + sisa hari + 1 + 1 =
(878 x 365) + 219 + 304 + 1 + 1 = 320995
320995 : 6 = sisa 1 = Wās (Wā)
320995 : 5 = sisa 0 atau 5 = Pon (Po)
320995 : 7 = sisa 3 = Çanaiscara (Ça)
Wa Po Ça = 1 Juli 878 M, maka
Wu Ka A = 23 Juli 878 M
Jadi 10 krsnapaksa Margaçira 800 Ç Wurukung Kaliwuan Aditya = 23 Juli 878 M.

B. Penggunaan Tabel
Proses dengan menggunakan tabel ternyata lebih cepat dan mudah karena angka yang diperlukan sudah tersedia di tabel. Beberapa hal yang perlu dipahami ialah:
· Angka tahun Çaka ditambah 78 agar menjadi Masehi.
· Jangkauan tabel hanya sampai jumlah hari, sedangkan proses selanjutnya menggunakan hitungan.
Contoh:
Prasasti Tunahan
... sakawarsatita 794 maggha masa dwadasi suklapaksa mawulu umanis budha wara tatkala...
Proses:
· Magha terletak antara bulan Januari – Februari. Karena telah masuk bulan Januari maka penambahannya bukan 78 melainkan 79.
· Tahun 794 + 79 = 873 M
· Tanggal 1 Januari dipergunakan sebagai hitungan = +1
· 860 = 314115
13 tahun Januari = 4749
1 Januari 1
_______ +
318865


318865 : 6 = sisa 1 = Wās (Wā)
318865 : 5 = sisa 0 = Pon (Po)
318865 : 7 = sisa 1 = Wrnaspati (Wr)
Wa Po Wr = 1 Januari 873 M, maka
Ma U Bu = 14 Januari 873 M
Jadi tanggal 12 suklapaksa Magha 794 Ma U Bu = 14 Januari 873 M.

GAMELAN JAWA DAN GENERASI MUDA

1. Perkembangan Seni Karawitan
Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata Jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar.
Seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Secara hipotetis, sarjana J.L.A. Brandes (1889) mengemukakan bahwa masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian, diantaranya adalah wayang dan gamelan. Menurut sejarahnya, gamelan Jawa juga mempunyai sejarah yang panjang. Seperti halnya kesenian atau kebudayaan yang lain, gamelan Jawa dalam perkembangannya juga mengalami perubahan-perubahan. Perubahan terjadi pada cara pembuatanya, sedangkan perkembangannya menyangkut kualitasnya. Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini, siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk dalam kategori pusaka (Timbul Haryono, 2001).
Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh) dengan disertai 10 – 15 pesinden dan atau gerong. Susunannya terutama terdiri dari alat-alat pukul atau tetabuhan yang terbuat dari logam. Alat-alat lainnya berupa kendang, rebab (alat gesek), gambang yaitu sejenis xylophon dengan bilah-bilahnya dari kayu, dan alat berdawai kawat yang dipetik bernama siter atau celepung.
Gamelan Jawa mempunyai tanggapan yang luar biasa di dunia internasional. Saat ini telah banyak diadakan pentas seni gamelan di berbagai negara Eropa dan memperoleh tanggapan yang sangat bagus dari masyarakat di sana. Bahkan sekolah-sekolah di luar negeri yang memasukan seni gamelan sebagai salah satu musik pilihan untuk dipelajari oleh para pelajarnya juga tidak sedikit. Tapi ironisnya di negeri sendiri masih banyak orang yang menyangsikan masa depan gamelan. Terutama para pemuda yang cenderung lebih tertarik pada musik-musik luar yang memiliki instrumen serba canggih. Dari sini diperlukan suatu upaya untuk menarik minat masyarakat kepada kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya bangsa tersebut.

2. Fungsi sosial Gamelan Jawa
Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianutnya.
Pada masyarakat jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan memiliki keagungan tersendiri, buktinya bahwa dunia pun mengakui gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Gamelan merupakan alat musik yang luwes, karena dapat berfungsi juga bagi pendidikan.

3. Pewarisan Gamelan Jawa kepada Generasi Muda
Pada masa sekarang ini ada kecenderungan perbedaan persepsi yang dilakukan oleh generasi-generasi muda melalui berbagai atraksi kebudayaan yang pada segi-segi lain kelihatan agak menonjol, tetapi ditinjau dari segi yang lain lagi merupakan kemunduran, terutama yang menyangkut gerak-gerak tari dan penyuguhan gendhing-gendhing yang dikeluarkan.
Anak muda terlihat tak tertarik gamelan karena tidak ada yang mengenalkan. Selain itu tidak ada yang mengajarkan. Itu tidak bisa disalahkan karena mayoritas orang tua, bahkan lingkungan sekolah, tidak mendukung anak mengenal gamelan. Bagi generasi muda, gamelan sulit diminati kalau dibunyikan seperti masa-masa dulu pada era orang tua atau kakek dan nenek mereka. Anak muda sekarang lebih menyukai jika membunyikan gamelan sesuka mereka dan dipasangkan dengan alat musik dan seni apa saja. Walaupun begitu, lewat cara-cara inilah gamelan mendapat jalan untuk lestari. Gamelan bukan sekadar alat musik tradisional atau obyek, namun ada spirit di dalamnya, yakni kebersamaan. Yang penting di sini adalah manusianya, yaitu bagaimana mereka merasa dekat dengan gamelan.
Perlu dipikirkan pula demi kelestarian kebudayaan kita sendiri yang sungguh-sungguh Adhi Luhur, penuh dengan estetika, keharmonisan, ajaran-ajaran, filsafat-filsafat, tatakrama, kemasyarakatan, toleransi, pembentukan manusia-manusia yang bermental luhur, tidak lepas pula sebagai faktor pendorong insan dalam beribadah terhadap Tuhan, yaitu dengan sarana kerja keras dan itikat baik memetri atau menjaga seni dan budaya sendiri. Jangan sampai ada suatu jurang pemisah atau gap dengan sesepuh yang benar-benar mumpuni (ahli). Bahkan komunikasi perlu dijaga sebaik-baiknya dengan sesepuh sebagai sumber atau gudang yang masih menyimpan berbagai ilmu yang berhubungan dengan masalah kebudayaan itu sendiri, terutama para empu-empu karawitan, tari dsb.

Monday, October 01, 2007

Antara Kuliah dan Berorganisasi : Apakah Sebuah Pilihan ?

Berorganisasi adalah salah satu aktifitas yang paling banyak digeluti oleh seorang mahasiswa dalam dinamika kehidupannya di kampus, selain aktifitas kuliah. Bisa dikatakan aktifitas ini merupakan jantung kehidupan dunia mahasiswa. Oleh karena itu, tidak salah jika banyak sekali pilihan organisasi yang tersedia bagi mahasiswa, baik yang berada dalam internal kampus maupun organisasi mahasiswa yang tidak berada dalam naungan sebuah perguruan tinggi. Di dalam kampus, beragam jenis organisasi tersebut antara lain, organisasi “negara” mahasiswa baik di tingkat universitas, kalau perguruan tinggi itu berbentuk universitas, dan di tingkat fakultas, yang terdiri dari lembaga eksekutif yang biasanya disebut LEM ataupun BEM, dan lembaga legislatif yang akrab disebut DEMA, DPM, atau SEMA. Di tingkat jurusan, mahasiswa juga punya organisasi yang disebut himpunan mahasiswa jurusan, tergantung jurusan yang digeluti mahasiswa tersebut. Biasanya, aktifitas mahasiswa yang bergelut di organisasi mahasiswa jurusan ini terkait langsung dengan disiplin lmu yang digeluti mahasiswa tersebut. Ada juga organisasi mahasiswa yang bergerak di bidang jurnalistik atau lembaga pers mahasiswa (LPM), dan organisasi-organisasi mahasiswa yang sifatnya pengembangan minat dan bakat, seperti unit olahraga, seni, pencinta alam, dan yang sejenisnya. Sementara di luar kampus biasanya terdiri dari organisasi pengkaderan dan pergerakan seperti HMI, KAMMI, GMNI, dan yang sejenisnya, serta organisasi kedaerahan. Tidak jarang juga mahasiswa mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Kenapa mahasiswa harus berorganisasi ?. Tidak sedikit jawaban atas pertanyaan ini. Yang Pasti berorganisasi bagi mahasiswa dapat menjadi ajang untuk mengaplikasikan dan mengaktualisasikan ilmu dan pengalaman yang telah diperolehnya baik dari perkuliahan, hasil pengalaman, membaca dan diskusi-diskusi, secara terorganisir dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang nyata. Dari berorganisasi, seseorang dapat belajar untuk mengenal diri sendiri, mengenal orang lain yang berbeda dari dirinya, serta mampu melihat, mengakomodir, dan menyelesaikan konflik dari perbedaan tersebut. Singkatnya belajar untuk bekerja sama dengan karakter-karakter yang berbeda untuk satu tujuan sesuai dengan visi misi organisasi yang dibawakannya. Dari berorganisasi seorang juga mampu membuka jejaring dengan orang lain atau lembaga lain, yang tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti ketika si mahasiswa telah selesai dari jabatannya sebagai mahasiswa dan memasuki dunia nyata, dunia masyarakat sesungguhnya, dunia kerja, jejaring tersebut dapat menjadi hal yang sangat besar manfaatnya. Dan satu lagi lagi, dari sini kita dapat mendapat banyak teman-teman baru dan mungkin pacar baru.
Lalu bagaimana dengan tujuan utama mahasiswa untuk masuk dunia kampus, yaitu kuliah dan menuntut ilmu ?. Pertanyaan ini memang selalu muncul jika kita melihat fenomena-fenomena dan kalau mungkin bisa dikatakan stereotip bahwa mahasiswa yang berorganisasi selalu menjadi mahasiswa yang paling lama. Dengan kata lain proses perkuliahannya cenderung lama atau bahkan tidak selesai sama sekali dan menjadi “mahasiswa abadi”. Berorganisasi juga dapat menjadi hal yang ternomor sekiankan jika kita menghubungkannya dengan fenomena semakin mahalnya biaya pendidikan, yang menuntut mahasiswa untuk segera menyelesaikan kuliahnya jika ia tidak ingin terbelit soal biaya kuliah yang mahal tersebut. Apakah dengan kondisi ini berorganisasi bagi mahasiswa akan semakin ditinggalkan ?.
Bagaimana kita menyikapi persoalan tersebut atau minimal menjawab pertanyaan di atas ?. Pertama yang perlu dipahami bersama bahwa proses belajar, mencari ilmu, menambah wawasan dan pengalaman tidak hanya diproleh di bangku kuliah. Dan yang lebih penting lagi bahwa ilmu dan pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang akan hambar tanpa diaktualisasikan. Dari dunia organisasi inilah mahasiswa belajar untuk mengaplikasikan semua ilmu dan pengalaman yang telah diperolehnya secara sistematis dan terorganisir. Dan segala yang dilakukan tersebut akan menambah pengalaman dan menjadi sebuah proses pembelajaran yang baru. Disitulah pentingnya memadukan kedua hal tersebut, yaitu antara semua teori dan metode yang telah diperoleh mahasiswa di bangku kuliah dan mengaplikasikannya dalam bentuk kegiatan nyata dalam dunia organisasi mahasiswa.
Satu hal yang juga penting untuk dipahami bahwa seorang mahasiswa harus peka terhadap persoalan masyarakat dan bangsa. Sementara untuk bisa peka terhadap persoalan tersebut seseorang harus mampu melihat dengan jernih dan objektif segala persoalan itu. Bagaimana seorang mahasiswa bisa peka jika mereka dalam proses belajarnya tidak pernah bersentuhan langsung dengan masyarakat, tidak pernah melihat dan merasakan persoalan masyarakat, dan hanya bergelut dengan metode dan teori di kelas serta buku di perpustakaan. Membaca dan perpustakaan memang merupakan hal yang sangat penting bagi mahasiswa, kalau bisa dikatakan faktor utama dalam proses pembelajarannya. Tetapi semua yang telah dipelajari tersebut perlu untuk diaplikasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Untuk itu, organisasi dapat menjadi jembatan bagi si mahasiswa agar mampu melihat, merasakan, bersosialisasi, dan kemudian menyelesaikan persoalan-persoalan yang terdapat di masyarakat. Atau minimal dari berorganisasi di tingkat mahasiswa, dapat menjadi pembelajaran bersosialisasi dan bekerja bersama tahap awal sebelum terjun langsung dalam dunia masyarakat yang sesungguhnya..
Kedua, seorang mahasiswa harus mampu menjadi manajer bagi dirinya sendiri, baik untuk melakukan manajemen aktifitas maupun manajemen waktu. Faktor inilah sebenarnya yang menjadi kunci utama keberhasilan untuk memadukan keduanya atau jika ada faktor ketiga, berarti ketiganya. Seorang mahasiswa harus mampu memutuskan dan menentukan skala prioritas bagi setiap aktifitas yang dipilihnya dengan segala pertimbangan yang rasional dan konsekuensinya. Prioritas tersebut pun seharusnya berjenjang. Dalam artian bahwa terdapat prioritas utama, kedua, ketiga seterusnya. Semua prioritas yang telah ditetapkan ini tentu harus dilakukan dengan penuh komitmen.
Setelah si mahasiswa mampu menyusun skala prioritas dari aktifitas yang telah dipilihnya, selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan manajemen waktu. Hal ini juga menjadi kunci utama dalam persoalan pilihan-pilihan aktifitas yang dipilih oleh mahasiswa dengan kata lain antara berorganisasi dan kuliah. Mahasiswa harus mampu membagi waktu sebisa mungkin agar semua faktor-faktor tersebut dapat dilakukan. Namun apabila terjadi benturan waktu, maka si mahasiswa sudah memiliki prioritas yang didahulukan dan alternatif penyelesaian lainnya.
Berorganisasi sebenarnya bukanlah hal yang sulit dan menakutkan. Berorganisasi justru dapat menjadi pelajaran penting dalam menghadapi persoalan pelik yang selama ini menjadi momok mahasiswa, yaitu mencari pekerjaan setelah lulus dari kampus. Ini adalah salah satu yang dapat dijadikan alternatif dalam memperoleh ilmu dan pengetahuan di kampus. Inilah salah satu bagian dari proses si mahasiswa dalam membentuk pola berpikir sistematis dan membiasakan diri untuk menyelesaikan persoalan secara sistematis pula. Artinya antara menggali ilmu dan pengetahuan lewat kuliah, membaca, dan mengaktualisasikannya lewat aktifitas berorganisasi adalah salah satu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi, semua itu kembali lagi pada pribadi si mahasiswa. Karena persoalan-persoalan yang muncul dan dihadapi si mahasiswa dalam dunia kampus dengan segala dinamikanya dan dunianya di luar kampus sangat beragam.

Susunan Pengurus HIMA Periode 2006-2007

Ketua Umum : Kukuh Septo Wiyamto
Sekretaris Umum : Bayu Erliaji
Bendahara : Dian Rahayu Ekowati
Divisi kesekretariatan : Andiyani Hikmawati
Damai

Bidang-bidang :
Pengabdian Masyarakat : Ageng Yudhanto (Co)
Agni Sesaria Mochtar
Muasomah
Vincensius N.

Informasi dan Komunikasi : Indra Andika Rossadi (Co)
Amin Yudhispratama
Adya Grahita
Yoses Tanzaq

Penelitian dan Penalaran Ilmiah : Kristanti Wisnu Aji Wardani (Co)
Seksi Ilmiah Lapangan : Ahmad Surya Ramadhan (Co)
Hadmadi
Arif Ardianto
Seksi Diskusi : Irsyad Martias (Co)
Anggit Yudy Pratama
Yohanes Kurniawan

Pengembangan Minat dan Bakat : Danang Indra Prayudha (Co)
Seksi Seni : Camella Sukma Dara (Co)
Seksi Olahraga : Helmi Beryliansyah (Co)
Adieta Noviandi

Pengelolaan Properti Organisasi : Miftah Fauzi (Co)
Ari Mukti Wardoyo Adi
Nugrahadi Mahanani
Yodhananta Wikrama
Helmi Yanuar

Dana Usaha : Carlos Iban (Co)
Imam Nazarudin
Ramanda Primawan
Gregorius Elvan Demas

Sejarah Berdirinya Himpunan Mahasiswa Arkeologi

Salah satu organisasi dari sekian banyaknya pilihan organisasi dalam dunia kampus adalah organisasi mahasiswa di tingkat jurusan atau yang akrab dipanggil himpunan mahasiswa jurusan. Himpunan mahasiswa jurusan, karena berada dalam naungan dan bimbingan jurusan, maka segala bentuk aktifias dan kegiatannya sangat terkait erat dengan disiplin ilmu jurusan tersebut. Pilihan untuk aktif dalam organisasi mahasiswa di tingkat jurusan ini biasanya menjadi alternatif bagi seorang mahasiswa untuk menyesuaikan antara kuliah dan berorganisasi. Stereotip yang mengatakan mahasiswa yang aktif berorganisasi akan menjadi mahasiswa yang lama dalam menyelesaikan studinya sedikitnya dapat terhapus.
Jurusan Arkeologi, yang merupakan salah satu jurusan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, pun memiliki organisasi atau himpunan mahasiswa jurusan yang bernama Himpunan Mahasiswa Arkeologi atau lebih akrab dipanggil HIMA. HIMA didirikan pada tanggal 19 November 1964, atau hampir seusia dengan jurusan Arkeologi FIB UGM sendiri yang dibentuk pada tahun 1962-1963. Usia 40 tahun bagi sebuah organisasi mahasiswa jurusan tentulah merupakan usia yang telah matang. Di usia yang telah matang tersebut, HIMA telah banyak menyumbangkan hal-hal yang bermanfaat bagi anggotanya maupun bagi dunia keilmuan Arkeologi. Lulusan jurusan arkeologi yang semasa menjadi mahasiswa pernah terlibat dalam aktifitas HIMA telah banyak yang menjadi organisatoris dan arkeolog yang tangguh. Mereka tersebar di instansi-instansi Arkeologi, baik yang telah menjadi dosen di jurusan maupun yang telah bekerja di instansi-insatansi pemerintah yang bergerak di bidang arkeologi, sejarah, kebudayaan, pariwisata dan lainnya.
HIMA mempunyai visi dan misi menjadi wadah bagi anggotanya dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan keilmuan yang telah diperoleh di bangku kuliah dengan tetap berpegang pada tri dharma perguruan tinggi dan berwawasan almamater. Pengembangan keilmuan arkeologi dan memberikan sumbangsih yang nyata bagi masyarakat menjadi hal penting yang diusung oleh setiap warga. Cita-cita ideal tersebut tentu selalu diharapkan untuk dicapai oleh mahasiswa-mahasiswa yang menjadi warganya, yaitu mahasiswa Arkeologi FIB-UGM.
Sebagaimana umumnya sebuah organisasi, HIMA tentu memiliki struktur untuk memudahkan dalam menjalankan roda organisasi sehingga semua kegiatan dan program yang direncanakan dapat berjalan dengan terarah, terpola dan sistematis. Struktur tersebut terdiri dari perangkat-perangkat yang terbagi dalam beberapa bidang yang sesuai dengan spesifikasi kerja yang akan dilaksanakannya (struktur kepengurusan dapat dilihat pada lampiran susunan kepengurusan). Pada periode kepengurusan 2005-2006 ini HIMA diketuai oleh saudara Jusman Mahmud, mahasiswa angkatan 2002.
Selain bidang-bidang, HIMA juga mempunyai dua Badan Semi Otonom (BSO). BSO merupakan sebuah struktur tersendiri yang lepas dari bidang-bidang dan memiliki arah struktur, dan spesifikasi kerja tersendiri yang tetap mengacu pada visi-misi organisasi dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Umum. Kedua BSO HIMA tersebut adalah Lembaga Pers Mahasiswa Artefak dan Komunitas Arkeologi Penjelajah Alam dan Kebudayaan (KAPAK).
Artefak pada awalnya merupakan karya penerbitan anak-anak HIMA yang dimunculkan pada tahun 1983. Niatan untuk membuat sebuah majalah ilmiah dan media komunitas bagi mahasiswa Arkeologi UGM maupun mahasiswa Arkeologi di Indonesia tidak lepas dari keinginan para pendahulu untuk mengaktualisasikan lewat tulisan dan mensosialisasikan karya-karya penelitian dan informasi perkembangan ilmu Arkeologi dan kegiatan anak-anak HIMA. Pada awalnya majalah Artefak berada dibawah bidang penerbitan HIMA. Tetapi karena dirasa dalam pengelolaannya perlu untuk menciptakan sebuah mekanisme kerja dan struktur yang lebih semi otonom maka dibentuklah BSO Artefak. Sampai saat ini Artefak telah menelurkan 27 Edisi.
Sementara untuk BSO KAPAK, dalam hal usia terbilang masih belia. BSO ini didirikan pada tahun 2003. Latar belakang didirikannya BSO ini adalah kebutuhan teman-teman mahasiswa untuk melakukan serangkaian kegiatan pelatihan lapangan yang lebih intensif dan sistematis untuk mengaplikasikan langsung teori dan metode yang diperoleh di bangku kuliah, sehingga terjadi keseimbangan antara perolehan ilmu dan pengetahuan kearkeologian lewat kelas dan di lapangan. KAPAK sendiri terdiri dari dua divisi yaitu Divisi Darat dan Divisi Selam yang kemungkinan sebentar lagi berganti nama menjadi Divisi Underwater Arkeologi.
Pada kepengurusan periode 2005-2006 ini, serangkaian program telah disusun oleh pengurus. Secara garis besar program-program tersebut dapat dikategorikan menjadi program kerja umum, khusus (bidang-bidang), insidental, dan program kerja setiap BSO. Program umum terdiri dari serangkaian kegiatan inisisasi dan penyambutan bagi teman-teman mahasiswa baru jurusan Arkeologi FIB-UGM atau calon warga HIMA yang baru, yang terdiri dari Welcome Party, Abhiseka Ratri (Studi Wawasan dan Pengenalan Lapangan), dan Situs ke Situs. Khusus untuk kegiatan Abhiseka Ratri, kegiatan ini sekaligus menjadi syarat bagi teman-teman baru untuk dapat menjadi warga HIMA. Selain kegiatan inisisasi, program kerja umum lainnya adalah perayaan HUT HIMA pada bulan November yang rencananya akan mengadakan kegiatan temu alumni dan halal bihalal.
Program kerja khusus adalah program kerja yang diselenggarakan oleh bidang-bidang. Program ini terdiri dari kegiatan rutin dan kegiatan eventual. Kegiatan rutin seperti olahraga dan latihan fisik rutin agar setiap saat bila kita akan ke lapangan kondisi fisik selalu terjaga. Kegiatan rutin lainnya adalah kunjungan situs dan survei, diskusi bulanan, dan rencananya pameran foto dan pemutaran film tiap dua bulanan sebagai bentuk publikasi dan sosialisasi arkeologi ke masyarakat. Salah satu kegiatan rutin dua tahunan di HIMA telah terlaksana pada tanggal 11-18 Juli 2005, yaitu Inventarisasi Kepurbakalaan Gunung Wilis Jalur Kediri - Ponorogo. Adapun kegiatan eventual yang rencananya akan dilaksanakan adalah Lomba Karya Tulis Ilmiah tiingkat Pelajar SMU di Yogyakarta dan workshop pelestarian Benda Cagar Budaya, Pelatihan Analisa Sosial Kearkeologian, dan Inventarisasi Bangunan Kuna Yogyakarta.
Program kerja insidental adalah program kerja yang direncanakan jika terdapat hal-hal yang dirasa perlu untuk dilaksanakan. Umumnya kegiatan seperti ini muncul dari ide-ide dari aktifitas diskusi teman-teman mahasiswa. Semakin sering berdiskusi, baik formal maupun hanya ngobrol ngalor ngidul ala mahasiswa, biasanya semakin banyak ide-ide yang muncul. Dan sebisa mungkin ide-ide tersebut akan diakomodir oleh pengurus.
Kegiatan Artefak dan KAPAK pada dasarnya kegiatan rutin, yaitu jika Artefak membuat dan memproduksi Majalah Ilmiah Mahasiswa setiap semester serta Buletin sebagai media komunitas mahasiswa Arkeologi tiap bulannya, maka KAPAK melakukan serangkaian kegiatan pelatihan lapangan, baik di darat maupun di laut. Salah satu nilai plus dari kegiatan KAPAK, khususnya Divisi Selam adalah teman-teman dapat mengikuti serangkaian pelatihan yang bermuara pada sertifikasi penyelaman. Memang untuk aktifitas ini terbilang mahal, karena dalam rangkaian pelatihannya membutuhkan biaya yang besar untuk sewa alat rutin dan pada saat harus melakukan Latihan Perairan Terbuka, sampai proses sertifikasinya.
Selain kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tubuh organisasi, HIMA juga menjalin hubungan yang erat dengan lembaga-lembaga lainnya, baik lembaga Arkeologi maupun lembaga lainnya. Mahasiswa Arkeologi se Indonesia memiliki sebuah forum yang bernama Forum Komunikasi Mahasiswa Arkeologi se Indonesia (FKMAI), dan HIMA pun terlibat didalamnya sebagai anggota. Kegiatan rutin forum ini adalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi Mahasiswa se Indonesia (PIAMI) setiap dua tahun sekali dan pelaksanannya secara bergantian oleh anggotanya, yaitu Himpunan Mahasiswa Arkeologi (HIMA) FIB-UGM, Keluarga Mahasiswa Arkeologi (KAMA) Universitas Indonesia di Jakarta, Warga Mahasiswa Arkeologi (WARMA) Universitas Udayana di Denpasar Bali, dan Keluarga Mahasiswa Arkeologi (KAISAR) Universitas Hasanuddin di Makassar Sulawesi Selatan. Pada tahun 2006 PIAMI akan diselenggarakan oleh KAISAR di Makassar, Sulawesi Selatan. FKMAI juga memiliki miling list sebagai media untuk berkomunikasi dan tukar-menukar informasi perkembangan keilmuan di daerah masing-masing bagi anggotanya.
Hubungan antar organisasi lainnya yang dilakukan oleh HIMA adalah dengan menggabungkan diri dalam Forum Peduli Pusaka Yogyakarta (FPPY). Forum ini, sampai saat ini terdiri dari tiga organisasi, yaitu HIMA FIB-UGM, LSM Arupadhatu Indonesia, dan Greenmaper Jogja. Kegiatan rutinnya adalah melakukan diskusi rutin dua bulanan yang membahas isu-isu pelestarian di kota Yogyakarta, dan merekomendasikan aksi yang dapat dilakukan oleh anggotanya terkait dengan isu tersebut.
HIMA sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan, meskipun telah terhitung tua dan mapan untuk ukuran organisasi kemahasiswaan dan di tingkat jurusan, tentu tidak lepas dari hal-hal yang selalu harus dievaluasi, dikritisi, dan terus dikembangkan. Untuk itu, sumbangsih dan peran semua warga, sekecil apa pun hal tersebut dalam membawa organisasi ini sesuai dengan visi misinya menjadi penentu dalam kemajuan HIMA. Viva HIMA, Viva Arkeologi.