Sunday, December 09, 2007

JELAJAH SUNGAI PURBA 2007

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM present :

JELAJAH SUNGAI PURBA 2007
At Pacitan “The City of Prehistory”

Tanggal 14-16 Desember 2007

Lokasi Tujuan :
- Kali Baksoka
- Song Terus
- Song Gupuh
- Opensite Rijangan

Fasilitas :
- Transportasi
- Makan dan minum
- Kaos
- Stiker
- Sertifikat
- Booklet

Biaya :
Mahasiswa / Pelajar Rp. 70.000,-
Umum Rp. 100.000,-

Ticket Box :
Loker Arkeologi
FIB, UGM Jl. Nusantara No. 1 Bulaksumur
Hari Senin – Jumat, jam 09.00 – 17.00 WIB
(Batas Akhir 7 Desember 2007)
Atau transfer melalui rekening Bank Mandiri
Atas nama Ayu Dipta Kirana (137-00-0501202-2)

cp :
Madha 0813 1135 0970
Inu 0856 4331 1441

Petunjuk pengembalian formulir pendaftaran :
- Formulir pendaftaran dicetak sendiri oleh peserta
- Formulir pendaftaran yang telah diisi diserahkan pada panitia beserta dengan uang
pendaftaran/bukti transfer, paling lambat tanggal 07 Desember 2007 (bagi yang berdomisili
di Yogyakarta)
- Bagi yang berdomisili di luar Provinsi Yogyakarta, formulir dapat dikembalikan pada tanggal
14 Desember 2007 beserta dengan bukti transfer

format formulir pendaftaran:

FORMULIR PENDAFTARAN JELAJAH SUNGAI PURBA (ketik tengah)

1. Nama Lengkap :
2. Nama Panggilan :
3. Sekolah/instansi :
4. Agama :
5. Golongan darah :
6. Hobi :
7. Alamat :
8. Ukuran kaos :
9. Nama Orang tua :
10. Alamat orang tua :
11. Penyakit/alergi yang di derita :


(pas foto 4 x 6) (buat kotak bag. kiri kertas)

......................, ..... Desember 2007

Pendaftar




______________
(tanggal dan TTD di bag. kanan kertas samping foto)


Sekretariat : Fakultas Ilmu Budaya UGM, Jl. Nusantara No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 513096

Sunday, December 02, 2007

Kapita Selekta Arkeologi : Pertanggalan Tahun Çaka

Data yang ditemukan dalam penelitian dengan cepat dapat dimasukkan dalam kerangka sejarah apabila data tersebut berpenanggalan. Penanggalan yang ada pada data masa Hindu-Budha di Indonesia pada umumnya berpenanggalan tahun Çaka, memang ada beberapa data terutama yang dikeluarkan raja Daksa berpenanggalan tahun Sanjaya.
Berpenanggalan tahun Çaka dimulai pada tahun 78 Masehi, tepatnya tanggal 1 bulan Cetra 0 (Nol) Çaka. Jatuh pada hari selasa Pahing, 10 Maret 78 M, dan diakhiri pada tahun 1555 Ç, tepatnya hari Jum’at Legi, 8 Juli 1633 M. Pada waktu itu raja Mataram, Sultan Agung merubah penanggalan tahun Çaka dengan penaggalan tahun Hijrah. Penaggalan tersebut menjadi tahun Jawa – Islam dan dikenal masyarakat sekarang sebagai tahun Jawa.
Tahun Masehi merupakan tahun umum bersifat universal, semua orang memahaminya. Penanggalan Çaka saat ini sudah tidak digunakan lagi, sedangkan penanggalan tahun Jawa yang masih menggunakan hanya masyarakat lokal. Untuk dapat memahami tahun Çaka atau tahun Jawa maka pertanggalan tersebut kemudian dikonversikan ke dalam pertanggalan tahun Masehi.
Dasar yang digunakan untuk mencari konversi adalah jumlah hari, setelah tahun data ditambah dengan 78. Yaitu jumlah hari dalam tanggal satu bulan konversiyang disebut oleh data. Jadi jika data menyebut bulan Cetra misalnya, maka konversinya adalah bulan Maret – April. Setelah diketahu hari pada tanggal 1 Maret, maka hari itu dikonversikan dengan hari yang disebut oleh data, maka akan ditemukan tanggal konversi tahun masehi.

I. UNSUR-UNSUR KALENDER TAHUN ÇAKA
1. Tahun
Tarikh Çaka dimulai pada tahun 78 M. Ada berbagai pendapat mengenai kemunculan tarikh ini. Dipodjojo berpendapat tarikh Çaka dimulai saat kelahiran raja Çaka yang bernama Çaliwana yaitu 14 Maret 78 M. Sedangkan Damais berpendapat bahwa awal tarikh Çaka bertepatan pada tanggal 3 Maret 78 M, 20/21 Februari 79 M, atau 14 Maret 78 M. Menurut Darmosoetopo awal tarikh Çaka bertepatan dengan hari Salasa Pahing wurukung tanggal 10 Maret 78 M. (Riboet Darmosoetopo)
2. Nama Bulan
Karttika adalah nama bulan tarikh Çaka yang kedelapan bertepatan dengan bulan masehi antara Oktober-Nopember. Adapun nama-nama bulan tarikh Çaka ialah :
1. Caitra : Maret – April
2. Waiçakna : April – Mei
3. Jyestha : Mei – Juni
4. Asadna : Juni – Juli
5. Çrawana : Juli – Agustus
6. Bhadrawada : Agustus – September
7. Asuji : September – Oktober
8. Karttika : Oktober – November
9. Marggasira : Nopember – Desember
10. Fosya : Desember – Januari
11. Magha : Januari – Februari
12. Phalguna : Februari – Maret

3. Tanggal
Tarikh Çaka menyebut tanggal dengan istilah (bukan angka) dan hanya sampai yang ke lima belas, lalu kembali lagi ke tanggal satu. Istilah tanggal-tanggal itu adalah :
Pratipada : 1
Dwitiya : 2
Trtiya : 3
Caturthi : 4
Pancami : 5
Sasti : 6
Saptami : 7
Astami : 8
Nawami : 9
Daçami : 10
Ekadaçi : 11
Dwadaçi : 12
Trayodaçi : 13
Caturdaçi : 14
Pancadaçi : 15

4. Keadaan Bulan
Satu bulan Çaka mengalami dua kondisi bulan (rembulan) yaitu suklapaksa dan krsnapaksa. Suklapaksa adalah keadaan dimana bulan atau bagian bulan tampak terang (mulai bulan tampak sampai dengan bulan purnama), dan krsnapaksa adalah bagian bulan gelap (setelah bulan purnama sampai dengan bulan tidak tampak). Contohnya: Trtiya suklapaksa artinya tanggal 3 di bagian bulan terang atau paro terang.

5. Sadwara
Sadawara adalah nama-nama hari yang bersiklus enam dalam tarikh Çaka. Penyebutannya pada umumnya disingkat. Nama-nama hari yang bersiklus enam beserta singkatannya ialah :
1. Tunglai (Tu, Tung)
2. Haryang (Ha)
3. Wurukung (Wu)
4. Paniruan (Pa)
5. Wās (Wā)
6. Mawulu (Ma)

6. Pancawara
Pancawara adalah nama-nama hari bersiklus lima dalam tarikh Çaka. Penyebutannya pada umumnya juga disingkat. Nama-nama hari yang bersiklus lima beserta singkatannya ialah :
1. Pahing (Pa)
2. Pon (Po)
3. Wagai (Wa)
4. Kaliwuan (Ka)
5. Umanis (U, Ma)

7. Saptamara
Saptamara adalah nama-nama hari bersiklus tujuh dalam tarikh Çaka. Penyebutannya pada umumnya disingkat. Nama-nama hari yang bersiklus tujuh beserta singkatannya ialah :
1. Aditya (A, Ra) = Ahad
2. Soma (So) = Senin
3. Anggara (Ang) = Selasa
4. Budha (Bu) = Rabu
5. Wrhaspati (Wr) = Kamis
6. Çukra (Çu) = Jumat
7. Çanaiscara (Ça) = Sabtu


II. PENYEPADANAN KALENDER TAHUN ÇAKA DENGAN KALENDER TAHUN MASEHI

Proses penyepadanan (konversi) kalender tahun Çaka dengan kalender tahun Masehi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dengan cara hitungan dan dengan cara tabel.
A. Cara Hitungan
Masalah inti dari cara hitungan ialah mencari jumlah hari dengan sarana:
1. Penyepadanan tahun Çaka dengan tahun Masehi (+78).
2. Mencari kabisat tahun Masehi.
3. Penentuan tanggal 1 bulan yang dipergunakan sebagai hitungan.
4. Sisa hari dari 0 Januari sampai dengan 0 bulan yang dipergunakan sebagai hitungan.
5. Permulaan tahun selalu kabisat (+1).
6. Tanggal 1 bulan yang dipergunakan sebagai hitungan (+1)
Rumus mencari jumlah hari :
Jumlah hari = (T x 365) + kabisat + sisa hari + 1 + 1.

Contoh :
Prasasti Mamali :
... cakawarsatita 800 marggacira masa daçami krsnapaksa wurukung kaliwuan aditya wara tatkala ...
Hitungan :
· Th. 800 + 78 = 878 M
· Kabisat 878 : 4 = 219
· Bulan Marggacira terletak antara bulan November – Desember
· Sisa hari dari 0 Januari sampai dengan 0 November = 304
· Permulaan tahun adalah kabisat = +1
· Tanggal 1 November = +1
Rumus jumlah hari :
(T x 365) + kabisat + sisa hari + 1 + 1 =
(878 x 365) + 219 + 304 + 1 + 1 = 320995
320995 : 6 = sisa 1 = Wās (Wā)
320995 : 5 = sisa 0 atau 5 = Pon (Po)
320995 : 7 = sisa 3 = Çanaiscara (Ça)
Wa Po Ça = 1 Juli 878 M, maka
Wu Ka A = 23 Juli 878 M
Jadi 10 krsnapaksa Margaçira 800 Ç Wurukung Kaliwuan Aditya = 23 Juli 878 M.

B. Penggunaan Tabel
Proses dengan menggunakan tabel ternyata lebih cepat dan mudah karena angka yang diperlukan sudah tersedia di tabel. Beberapa hal yang perlu dipahami ialah:
· Angka tahun Çaka ditambah 78 agar menjadi Masehi.
· Jangkauan tabel hanya sampai jumlah hari, sedangkan proses selanjutnya menggunakan hitungan.
Contoh:
Prasasti Tunahan
... sakawarsatita 794 maggha masa dwadasi suklapaksa mawulu umanis budha wara tatkala...
Proses:
· Magha terletak antara bulan Januari – Februari. Karena telah masuk bulan Januari maka penambahannya bukan 78 melainkan 79.
· Tahun 794 + 79 = 873 M
· Tanggal 1 Januari dipergunakan sebagai hitungan = +1
· 860 = 314115
13 tahun Januari = 4749
1 Januari 1
_______ +
318865


318865 : 6 = sisa 1 = Wās (Wā)
318865 : 5 = sisa 0 = Pon (Po)
318865 : 7 = sisa 1 = Wrnaspati (Wr)
Wa Po Wr = 1 Januari 873 M, maka
Ma U Bu = 14 Januari 873 M
Jadi tanggal 12 suklapaksa Magha 794 Ma U Bu = 14 Januari 873 M.

GAMELAN JAWA DAN GENERASI MUDA

1. Perkembangan Seni Karawitan
Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata Jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar.
Seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Secara hipotetis, sarjana J.L.A. Brandes (1889) mengemukakan bahwa masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian, diantaranya adalah wayang dan gamelan. Menurut sejarahnya, gamelan Jawa juga mempunyai sejarah yang panjang. Seperti halnya kesenian atau kebudayaan yang lain, gamelan Jawa dalam perkembangannya juga mengalami perubahan-perubahan. Perubahan terjadi pada cara pembuatanya, sedangkan perkembangannya menyangkut kualitasnya. Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini, siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk dalam kategori pusaka (Timbul Haryono, 2001).
Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh) dengan disertai 10 – 15 pesinden dan atau gerong. Susunannya terutama terdiri dari alat-alat pukul atau tetabuhan yang terbuat dari logam. Alat-alat lainnya berupa kendang, rebab (alat gesek), gambang yaitu sejenis xylophon dengan bilah-bilahnya dari kayu, dan alat berdawai kawat yang dipetik bernama siter atau celepung.
Gamelan Jawa mempunyai tanggapan yang luar biasa di dunia internasional. Saat ini telah banyak diadakan pentas seni gamelan di berbagai negara Eropa dan memperoleh tanggapan yang sangat bagus dari masyarakat di sana. Bahkan sekolah-sekolah di luar negeri yang memasukan seni gamelan sebagai salah satu musik pilihan untuk dipelajari oleh para pelajarnya juga tidak sedikit. Tapi ironisnya di negeri sendiri masih banyak orang yang menyangsikan masa depan gamelan. Terutama para pemuda yang cenderung lebih tertarik pada musik-musik luar yang memiliki instrumen serba canggih. Dari sini diperlukan suatu upaya untuk menarik minat masyarakat kepada kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya bangsa tersebut.

2. Fungsi sosial Gamelan Jawa
Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianutnya.
Pada masyarakat jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan memiliki keagungan tersendiri, buktinya bahwa dunia pun mengakui gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Gamelan merupakan alat musik yang luwes, karena dapat berfungsi juga bagi pendidikan.

3. Pewarisan Gamelan Jawa kepada Generasi Muda
Pada masa sekarang ini ada kecenderungan perbedaan persepsi yang dilakukan oleh generasi-generasi muda melalui berbagai atraksi kebudayaan yang pada segi-segi lain kelihatan agak menonjol, tetapi ditinjau dari segi yang lain lagi merupakan kemunduran, terutama yang menyangkut gerak-gerak tari dan penyuguhan gendhing-gendhing yang dikeluarkan.
Anak muda terlihat tak tertarik gamelan karena tidak ada yang mengenalkan. Selain itu tidak ada yang mengajarkan. Itu tidak bisa disalahkan karena mayoritas orang tua, bahkan lingkungan sekolah, tidak mendukung anak mengenal gamelan. Bagi generasi muda, gamelan sulit diminati kalau dibunyikan seperti masa-masa dulu pada era orang tua atau kakek dan nenek mereka. Anak muda sekarang lebih menyukai jika membunyikan gamelan sesuka mereka dan dipasangkan dengan alat musik dan seni apa saja. Walaupun begitu, lewat cara-cara inilah gamelan mendapat jalan untuk lestari. Gamelan bukan sekadar alat musik tradisional atau obyek, namun ada spirit di dalamnya, yakni kebersamaan. Yang penting di sini adalah manusianya, yaitu bagaimana mereka merasa dekat dengan gamelan.
Perlu dipikirkan pula demi kelestarian kebudayaan kita sendiri yang sungguh-sungguh Adhi Luhur, penuh dengan estetika, keharmonisan, ajaran-ajaran, filsafat-filsafat, tatakrama, kemasyarakatan, toleransi, pembentukan manusia-manusia yang bermental luhur, tidak lepas pula sebagai faktor pendorong insan dalam beribadah terhadap Tuhan, yaitu dengan sarana kerja keras dan itikat baik memetri atau menjaga seni dan budaya sendiri. Jangan sampai ada suatu jurang pemisah atau gap dengan sesepuh yang benar-benar mumpuni (ahli). Bahkan komunikasi perlu dijaga sebaik-baiknya dengan sesepuh sebagai sumber atau gudang yang masih menyimpan berbagai ilmu yang berhubungan dengan masalah kebudayaan itu sendiri, terutama para empu-empu karawitan, tari dsb.