Saturday, January 12, 2008

BENTENG VREDEBURG: BANGUNAN KOLONIAL BERGAYA INDIS

Sejarah dan Latar Belakang Pembangunan Benteng Vredeburg
Sebelum dibangun benteng pada lokasi sekarang, pada tahun 1760 Pemerintah Belanda membangun benteng yang bersifat sangat sederhana bernama Benteng Rusternburg yang artinya benteng peristirahatan. Pada perkembangannya, Benteng Rusternburg tersebut diusulkan pihak Belanda melalui Gubernur W.H. Van Ossenberch agar disempurnakan, dengan dalih agar lebih dapat menjamin keamanan pemerintahan Sultan dan sewaktu-waktu dapat memberikan bantuan pertahanan yang sempurna. Pada tahun 1765, akhirnya rencana tersebut direstui oleh Sultan. Pembuatan benteng ini diarsiteki oleh Frans Haak. Kemudian bangunan benteng yang baru tersebut dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian.
Pada awalnya bangunan ini merupakan milik Kesultanan, tetapi atas kepentingan Belanda maka bangunan ini berpindah tangan (dihibahkan) pada Pemerintahan Belanda (VOC) dibawah pengawasan Nicolaas Harting, Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa.
Bangunan ini memiliki denah berbentuk persegi dan menghadap ke barat. Pintu gerbang utama berada pada sebelah barat dihubungkan oleh jembatan yang berfungsi sebagai jalan keluar masuk utama. Adapun ciri khasnya pintu gerbang ini bergaya arsitektur klasik Eropa (Yunani-romawi). Hal ini dapat dilihat melalui bagian tympanium yang disangga empat pilar yang bergaya doric.
Pada saat masih berfungsi sebagai benteng, bangunan ini dikelilingi oleh parit yang berfungsi sebagai pertahanan awal dari serangan musuh. Namun sekarang parit tersebut hanya tersisa di bagian depan gerbang utama dan hanya berfungsi sebagai drainase saja.
Sampai saat ini masih kita jumpai bastion yang berada di keempat sudut benteng. Keempat bastion itu diberi nama Jayawisesa (barat laut), Jayapurusa (timur laut), Jayaprokosaningprang (barat daya), dan Jayaprayitna (tenggara).
Pada bagian dalam benteng terdapat bangunan yang disebut gedung Pengapit Utara dan Selatan. Bangunan ini pada mulanya diperkirakan digunakan sebagai kantor administrasi. Berdasarkan hasil penelitian bentuk asli, bangunan yang ada merupakan bentuk asli dengan ornamen gaya Yunani masa Renaisance. Hal ini menunjukkan usianya yang relative lebih tua dan lebih dekoratif dibandingkan dengan bangunan yang lain.
Dari masa ke masa benteng ini mengalami perubahan fungsi dan bentuk sesuai keadaan politik saat itu. Seperti yang dijumpai pada masa sekarang, benteng ini telah berubah fungsi menjadi museum.

Benteng Vredeburg sebagai salah satu bangunan kolonial bergaya Indis
Masuknya bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia, khususnya ketika Belanda mulai menjajah Indonesia, mengakibatkan munculnya kota-kota bentuk baru berupa kota administrasi kolonial Belanda. Susunan spasial kota administrasi berkisar di sekeliling sebuah lapangan atau alun-alun (Menno, S dan Mustamin Alwi, 1992:22).
Bangunan merupakan salah satu unsur pembentuk kota. Dalam sebuah kota kolonial Belanda, tentu bangunan-bangunan yang ada mempunyai ciri-ciri kolonial. Bangunan kolonial adalah bangunan bercorak arsitektur kolonial yang dimanfaatkan untuk kegiatan fungsional di zaman kolonial (Radjiman, 1997:4). Ciri-ciri umum bangunan yang bersifat kolonial adalah bangunan tinggi, kokoh, dan beratap datar untuk gedung serta atap miring untuk perumahan biasa dan memiliki detail-detail tertentu (ibid).
Pengaruh arsitektur kolonial yang berkembang di Indonesia pada akhirnya disebut dengan arsitektur atau gaya bangunan indis. Gaya bangunan indis adalah gabungan antara gaya bangunan budaya lokal dengan gaya bangunan budaya pendatang (Soekiman, 1997:3). Lebih lanjut Djoko Soekiman menerangkan, terutama untuk rumah tinggal ada tiga tipe atau bentuk yang khas. Ketiga tipe itu adalah bangunan rumah tinggal mewah gaya Indis kuno (Het landhuis in oud Indische stijl), bangunan rumah bergaya Belanda kuno (Hollandsche stijl), dan bangunan mewah bergaya kompeni (Compagniestijl) (ibid).
Gaya bangunan indis ini lebih sering muncul pada bangunan rumah yang diperuntukkan bagi pegawai pemerintah Hindia Belanda pada masa penjajahan kolonial Belanda di Indonesia (Sumintardja, 1978:116). Gaya ini muncul sebagai penyesuaian terhadap keadaan lingkungan Indonesia yang meliputi lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik berkaitan dengan iklim tropis khatulistiwa dan pemanfaatan bahan bangunan setempat, sedangkan lingkungan sosial berkaitan dengan kebudayaan masyarakat setempat (Radjiman, 1997:5).
Bangunan sebagai bentuk aspirasi dari pembuatnya memiliki berbagai macam hal yang ingin disampaikan. Hal-hal tersebut biasanya adalah fungsi dari bangunan, status pemakainya, serta etnisitas pemakai. Dari hal-hal tersebut maka akan terlihat bahwa sebenarnya bangunan itu juga mencerminkan diri pembuat dan pemakainya.
Benteng Vredeburg sebagai salah satu bangunan masa kolonial Belanda juga mengadopsi teknik pembuatan bangunan indis. Hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunan-bangunan yang ada di dalamnya, seperti pada gedung Pengapit Utara dan Selatan. Bangunan yang semula diperkirakan digunakan sebagai kantor administrasi ini dibangun dengan memperhatikan penyesuaian terhadap keadaan lingkungan Indonesia, yaitu berkaitan dengan iklim tropis khatulistiwa dan pemanfaatan bahan bangunan setempat. Bentuk bangunan yang dibuat tinggi juga berfungsi untuk mengatur sirkulasi udara.

(disarikan dari berbagai sumber)

1 comment:

Julia Chen said...

hi..
wah..blognya membantu saya banget. kebetulan saya sedang ada tugas yang berkaitan dengan bangunan kolonial neh.
thx ya..